Senin, 21 Februari 2011

Pemuda Se-Dunia Akan Mengunjungi Komodo


Kupang (ANTARA News) - Para pemuda se-dunia akan mengunjungi Taman Nasional Komodo (TNK) diujung barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 25-27 Februari mendatang untuk melihat dari dekat biawak raksasa Komodo.

Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan studi lapangan para pemuda se-dunia ke tiga lokasi wisata di Tanah Air yakni Taman Wisata Laut di Sulawesi Selatan, Hutan Lindung Satwa Orang Utan di Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Komodo di NTT, kata Ketua Panitia Kunjungan itu, Gusti Brewon, di Kupang, Minggu.

Kehadiran para pemuda se-dunia di Indonesia itu dalam rangka kegiatan `International Youth Forum on Climate Change` yang di prakarsai Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan sedianya akan dilangsungkan pada tanggal 23-28 Februari 2011 di Jakarta.

"Dalam kaitan dengan perubahan iklim, KNPI mencoba memprakarsai sebuah pertemuan ilmiah bagi para pemuda se-dunia untuk memperbincangkan hal yang sangat mengancam bumi saat ini. Bergabungnya KNPI dalam World Assembly of Youth (WAY), kemudian dipercayakan Indonesia sebagai tuan rumah dan KNPI sebagai penyelenggara `International Youth Forum on Climate Change` karena ide dasarnya tentang tanggung jawab seluruh manusia khususnya Pemuda berasal dari KNPI," katanya.

Dalam kaitan dengan ini, pilihan penyelenggara untuk memperkenalkan tiga objek alam di Indonesia yaitu Taman Wisata Laut di Sulawesi Selatan, Hutan Lindung Satwa Orang Utan di Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Komodo-NTT sebagai simbol ancaman perubahan iklim yang patut dilestarikan. Bersamaan dengan momentum ini pula kata dia, sedang dilangsungkan kontes project New7Wonder sehingga upaya mempromosikan Komodo bukan hanya sekadar dijadikan komoditas bisnis namun lebih pada objek alam yang harus dilestarikan untuk kelangsungan dan kestabilan aktivitas kehidupan di bumi.

Menurut dia, Komodo sebagai salah satu binatang langka kiranya menjadi saksi sejarah bumi ini mengalami kerusakan dari masa ke masa akibat degradasi alamiah maupun ulah manusia.

"Komodo dapat menjadi simbol keberadaan makhluk purba yang mampu bertahan hidup melintasi perubahan zaman dan peradaban. Sisi anatomi dan biologis memungkinkan Komodo dapat bertahan hidup hingga ratusan bahkan ribuan tahun lagi namun bukan mustahil pula bila ancaman perubahan iklim akan mempersingkat siklus hidupnya apalagi makhluk lain yang tidak sepadan," katanya.

Artinya, Komodo dalam mempertahankan hidupnya membutuhkan intensitas sinar matahari yang cukup tinggi bukan berarti ekstremitas iklim justru menunjang aktivitas biologisnya melainkan mengancam ketersediaan daya dukung di luar binatang Komodo (lingkungan di sekitarnya), katanya.

Keberadaan Komodo sebagai salah satu kandidat dalam kontes tujuh keajaiban dunia yang baru oleh project New7Wonder, bergerak dari 200 nominator hingga tertinggal 28 kandidat.

Hari ini Komodo berada dalam ancaman akan dikeluar dari daftar kontestan dan telah melahirkan sintesa positif bahwa Komodo telah dijadikan lahan bisnis yang menjanjikan.

"Keikutsertaan Komodo dalam kontes New7Wonder cenderung dijadikan komodisi bisnis kepariwisataan namun dibalik itu komodo menyimpan banyak rahasia alam di masa lalu, hari ini dan akan datang," kata Gusti Brewon.
(T.B017/A014)

Sabtu, 12 Februari 2011

Wapres: Indonesia Komitmen Kurangi Emisi Deforestasi



Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono menegaskan, Indonesia berkomitmen terhadap pelaksanaan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) dengan Norwegia.

Indonesia berkomitmen penuh, meskipun Perpres tentang Moratorium Konversi Lahan Gambut dan Hutan Alam hingga kini belum ditandatangani.

"Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan REDD+, dengan tetap mengedepankan kepentingan kesejahteraan rakyat," katanya, seperti dikutip juru bicara Wapres Yopie Hidayat di Jakarta, Jumat.

Penegasan itu disampaikan Wapres saat menerima delegasi International Climate and Forestry Initiative Oslo, Hans Brattskar.

Boediono menegaskan, Indonesia bertekad melaksanakan REDD+ sukses secara kongkret, bukan sekadar di atas kertas.

Sehingga pelaksanaannya diharapkan dapat menjadi solusi baru untuk mengatasi perubahan iklim tanpa merugikan masyarakat.

"Karena itu perlu pertimbangan antara menjaga keseimbangan lingkungan, masa depan anak cucu, dan juga bagaimana mencari manfaat ekonomi yang optimal dari pelaksanaan REDD+ itu," ujar Yopie.

Menanggapi komitmen Indonesia itu, Hans Brattskar menyambut positif dan dapat memahami mengapa Indonesia belum menandatangani penerbitan perpres moratorium yang mengatur penghentian sementara penebangan hutan (konversi).

Brattskar, seperti dikutip Yopie, dapat memahami langkah Indonesia yang masih mempertimbangkan kepentingan para pemangku kepentingan terkait REDD+.

Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Norwegia Jens Stoltenberg telah berkomitmen untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim antara lain dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) REDD+ yang dilakukan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim di Oslo pada 27 Mei 2010.

Delegasi Norwegia sebelumnya telah lahan gambut di Kalimantan Tengah, yang menjadi proyek percontohan program REDD+.(*)