Selasa, 27 Desember 2011

Tujuh hutan mangrove Indonesia menjadi percontohan


Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS dan PS) Kementerian Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency (JICA) di Jakarta, Selasa, menandatangani kerja sama dalam pengelolaan tujuh kawasan hutan mangrove atau bakau yang akan dijadikan percontohan di lingkup ASEAN.

"Ketujuh area model itu menjadi lokasi pembelajaran mangrove komunitas ASEAN dan internasional," kata Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Ditjen BPDAS dan PS, Kemenhut, Billy Indra.

Ketujuh kawasan hutan mangrove yang akan menerapkan mekanisme "share learning" itu berlokasi di Surabaya, Lampung, Bali Barat, Alas Purwo (Banyuwangi), Balik Papan, Tarakan, dan Jepara.

Selain lokasi pembelajaran, ketujuh kawasan tersebut juga menjadi tempat pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat lokal dari hutan mangrove.

Berdasarkan survei yang dilakukan JICA, masing-masing area mempunyai keunggulan komparatif yang berbeda-beda.

Chief Advisor JICA, Takahisa Kusano, mencontohkan mangrove Surabaya dan Balikpapan, memiliki keunggulannya dalam sistem ekonomi pesisir terpadu. Mangrovenya berfungsi merehabilitasi lahan bekas tambak, pengurangan erosi, dan ekowisata.

Sementara itu, kawasan mangrove Tarakan dan Alas Purwo yang merupakan bagian dari kawasan konservasi Taman Nasional Alas Purwo yang memiliki keunggulan dari atraksi wisata alam.

Kerja sama pengembangan mangrove antara Indonesia dan Jepang melalui JICA, kata Billy, sudah terjalin sejak 1991. Kerja sama itu terbagi menjadi empat fase, yaitu fase pertama (1991-1999) melalui rehabilitasi mangrove di Bali dan fase kedua (2001-2006) melalui pembangunan pusat informasi mangrove di Bali.

Sementara fase ketiga (2007-2010) melalui survei dan pemilihan tujuh area percontohan mangrove Indonesia di ASEAN dan fase keempat (2011 ? 2014) melalui penandatanganan kerjasama, dan proyek konservasi mangrove pada tujuh "project sites" tersebut.

Lahan kritis Gunungpati jadi surga durian


Semarang (ANTARA News) - Lahan kritis seluas 139,6 hektare milik Pemerintah Kota Semarang, di antaranya di Kelurahan Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, kini telah berubah menjadi kebun durian montong dan surga bagi pecinta kuliner.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini bersama rombongan dan Wali Kota Semarang Soemarmo melakukan panen perdana durian, di tiga kelurahan yakni Mangunsari, Gunungpati, dan Nongkosawit, Sabtu.

Dalam panen raya tersebut, ia mengambil durian yang sudah masak dengan cara memotong tali yang mengikat buah durian dari dahannya.

Untuk mengambil buah durian, pengunjung ke wilayah itu tidak harus naik pohon karena memang ketinggian pohon durian hanya berkisar dua hingga tiga meter dan rata-rata buah berada di dahan bagian bawah, sehingga terkadang harus membungkuk untuk memetiknya.

Rata-rata satu pohon durian di Kelurahan Nongkosawit bisa berbuah hingga 10 buah dengan potensi buah mencapai 60 buah.

Diah menjelaskan bahwa pemanfaatan lahan kritis tersebut bagian dari program konservasi lahan Semarang atas dan pengentasan kemiskinan yang mendapat bantuan dari Japan Social Development Fund (JSDF) sebesar 1,2 juta dolar Amerika Serikat dan dana pendampingan dari APBD Kota Semarang Rp1,3 miliar.

"Program bantuan ini baru di Semarang sebagai `pilot project` karena pemerintah kota setempat dapat menyediakan lahan kosong," kata Diah.

Diah mengatakan setelah mendapatkan bantuan dari JSDF (program tahun 2005-2007), nantinya akan diteruskan dengan anggaran dari Kementerian Dalam Negeri dan terlebih dahulu dievaluasi.

Dalam kesempatan sama, Wali Kota Semarang ,Soemarmo, mengatakan bahwa pemanfaatan lahan kritis tersebut bagian dari penanggulangan kemiskinan.

"Petani yang sebelumnya tidak mengetahui cara menanam durian, hanya menjadi petani penggarap serta tidak bekerja dilatih dan difasilitasi untuk menanam durian," katanya.

Selain di Kelurahan Gunungpati, lahan kritis yang kini sudah dijadikan lahan bermanfaat seperti untuk kebun durian, rambutan, dan kelengkeng tersebar di lima kecamatan yakni Kecamatan Gunungpati (seluas 84,86 hektare).

Kemudian di Kecamatan Ngaliyan (5,8 hektare), Tembalang (5,6 hektare), Banyumanik (10,52 hektare), dan di Kecamatan Mijen luas lahan sebanyak 32,82 hektare. (*)