Selasa, 27 Desember 2011
Tujuh hutan mangrove Indonesia menjadi percontohan
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS dan PS) Kementerian Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency (JICA) di Jakarta, Selasa, menandatangani kerja sama dalam pengelolaan tujuh kawasan hutan mangrove atau bakau yang akan dijadikan percontohan di lingkup ASEAN.
"Ketujuh area model itu menjadi lokasi pembelajaran mangrove komunitas ASEAN dan internasional," kata Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Ditjen BPDAS dan PS, Kemenhut, Billy Indra.
Ketujuh kawasan hutan mangrove yang akan menerapkan mekanisme "share learning" itu berlokasi di Surabaya, Lampung, Bali Barat, Alas Purwo (Banyuwangi), Balik Papan, Tarakan, dan Jepara.
Selain lokasi pembelajaran, ketujuh kawasan tersebut juga menjadi tempat pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat lokal dari hutan mangrove.
Berdasarkan survei yang dilakukan JICA, masing-masing area mempunyai keunggulan komparatif yang berbeda-beda.
Chief Advisor JICA, Takahisa Kusano, mencontohkan mangrove Surabaya dan Balikpapan, memiliki keunggulannya dalam sistem ekonomi pesisir terpadu. Mangrovenya berfungsi merehabilitasi lahan bekas tambak, pengurangan erosi, dan ekowisata.
Sementara itu, kawasan mangrove Tarakan dan Alas Purwo yang merupakan bagian dari kawasan konservasi Taman Nasional Alas Purwo yang memiliki keunggulan dari atraksi wisata alam.
Kerja sama pengembangan mangrove antara Indonesia dan Jepang melalui JICA, kata Billy, sudah terjalin sejak 1991. Kerja sama itu terbagi menjadi empat fase, yaitu fase pertama (1991-1999) melalui rehabilitasi mangrove di Bali dan fase kedua (2001-2006) melalui pembangunan pusat informasi mangrove di Bali.
Sementara fase ketiga (2007-2010) melalui survei dan pemilihan tujuh area percontohan mangrove Indonesia di ASEAN dan fase keempat (2011 ? 2014) melalui penandatanganan kerjasama, dan proyek konservasi mangrove pada tujuh "project sites" tersebut.
Lahan kritis Gunungpati jadi surga durian
Semarang (ANTARA News) - Lahan kritis seluas 139,6 hektare milik Pemerintah Kota Semarang, di antaranya di Kelurahan Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, kini telah berubah menjadi kebun durian montong dan surga bagi pecinta kuliner.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini bersama rombongan dan Wali Kota Semarang Soemarmo melakukan panen perdana durian, di tiga kelurahan yakni Mangunsari, Gunungpati, dan Nongkosawit, Sabtu.
Dalam panen raya tersebut, ia mengambil durian yang sudah masak dengan cara memotong tali yang mengikat buah durian dari dahannya.
Untuk mengambil buah durian, pengunjung ke wilayah itu tidak harus naik pohon karena memang ketinggian pohon durian hanya berkisar dua hingga tiga meter dan rata-rata buah berada di dahan bagian bawah, sehingga terkadang harus membungkuk untuk memetiknya.
Rata-rata satu pohon durian di Kelurahan Nongkosawit bisa berbuah hingga 10 buah dengan potensi buah mencapai 60 buah.
Diah menjelaskan bahwa pemanfaatan lahan kritis tersebut bagian dari program konservasi lahan Semarang atas dan pengentasan kemiskinan yang mendapat bantuan dari Japan Social Development Fund (JSDF) sebesar 1,2 juta dolar Amerika Serikat dan dana pendampingan dari APBD Kota Semarang Rp1,3 miliar.
"Program bantuan ini baru di Semarang sebagai `pilot project` karena pemerintah kota setempat dapat menyediakan lahan kosong," kata Diah.
Diah mengatakan setelah mendapatkan bantuan dari JSDF (program tahun 2005-2007), nantinya akan diteruskan dengan anggaran dari Kementerian Dalam Negeri dan terlebih dahulu dievaluasi.
Dalam kesempatan sama, Wali Kota Semarang ,Soemarmo, mengatakan bahwa pemanfaatan lahan kritis tersebut bagian dari penanggulangan kemiskinan.
"Petani yang sebelumnya tidak mengetahui cara menanam durian, hanya menjadi petani penggarap serta tidak bekerja dilatih dan difasilitasi untuk menanam durian," katanya.
Selain di Kelurahan Gunungpati, lahan kritis yang kini sudah dijadikan lahan bermanfaat seperti untuk kebun durian, rambutan, dan kelengkeng tersebar di lima kecamatan yakni Kecamatan Gunungpati (seluas 84,86 hektare).
Kemudian di Kecamatan Ngaliyan (5,8 hektare), Tembalang (5,6 hektare), Banyumanik (10,52 hektare), dan di Kecamatan Mijen luas lahan sebanyak 32,82 hektare. (*)
Sabtu, 29 Oktober 2011
Pemulihan hutan di Indonesia jadi keharusan
Tanggamus, Lampung (ANTARA News) - Pemulihan hutan di Indonesia sudah menjadi keharusan sehingga perlu langkah langkah yang semakin baik dengan adanya kerja sama antara masyarakat dan pemerintah, kata Vokal Point Major Groups Initiative of Indigenous People on United Nation Forum on Forest (UNFF) PBB, Hubertus Samangun.
"Kerusakan hutan harus terus diperbaiki sehingga keutuhannya bisa menjadi sumber kemakmuran rakyat dapat terpenuhi," ujarnya disela-sela peringatan tahun internasional kehutanan 2011 di Teluk Kiluan, Tanggamus, Sabtu.
Menurut dia, kerusakan hutan yang semakin tinggi harus disikapi dengan cepat sehingga tingkat kerusakannya menjadi berkurang.
Ia menyebutkan, Teluk Kiluan berdasarkan masyarakat setempat pada 1977 masih dipenuhi dengan hutan, namun saat ini sudah semakin berkurang.
"Dalam jangka 34 tahun dari sekarang cukup lama, sehingga perlu adanya upaya atau langkah nyata guna mengurangi kerusakan hutan di negeri ini," ujarnya mengharapkan.
Salah satu upayanya, ia melanjutkan, dengan menggalakkan penanaman pohon keras serta pemberian pemahanan kepada masyarakat khususnya anak dan remaja untuk selalu menjaga serta melestarikan hutan.
"Saya sangat apresiasi kegiatan peringatan tahun internasional kehutanan 2011 di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung karena sudah melibatkan pelajar yang ada di provinsi ini," katanya.
Adanya partisipasi generasi muda, ia mengemukakan, merupakan salah satu peluang besar bagi keberhasilan pemulihan hutan.
Selain itu, pemulihan hutan bakau (mangrove) juga harus turut diperhatikan sehingga kelestarian alam khususnya di sekitar pesisir dapat terawat secara baik.
"Rusaknya kawasan hutan mangrove yang merupakan green belt atau sabuk hijau pantai akan mempengaruhi kehidupan masyarakat di daerah tersebut, baik dari segi ekonomi dan keamanan," kata Hubertus.
Ia menjelaskan, keberadaan hutan harus dilihat dari sisi ekologinya maka dengan sendirinya nilai secara ekonomi akan mengikuti sehingga kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dapat terpenuhi.
Ketua panitia peringatan tahun kehutanan internasional 2011, Rusli Soheh, mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan guna memberikan pemahaman terhadap generasi muda baik tingkat SD hingga SMA.
"Pelajar ini tidak hanya berasal dari Kabupaten Tanggamus melainkan ada juga dari daerah lainnya seperti Bandarlampung serta beberapa orang mahasiswa dari Universitas Trisakti Jakarta," kata dia yang juga wakil ketua DPRD Tanggamus.
Ia berharap dengan adanya kegiatan itu dapat memberikan warna baru bagi para generasi muda untuk turut serta dalam menjaga kelestarian hutan di daerahnya.
Dalam kegiatan tersebut dilaksanakan penanaman sebanyak 140 bibit mangrove guna melestarikan hutan bakau di daerah itu.
Kamis, 25 Agustus 2011
Siapa Suka Dengan kelinci
Anthuriumku
Jenis Tanaman hias ini pernah menghebohkan Nusantara, heboh karena harganya yang begitu melangit, tetapi dari segi harga untuk saat ini jenis tanaman hias ini dapat dikatakan biasa-baiasa saja. lepas dari harga maupun kepopularitasan jenis tanaman hias ini, saya masih sangat suka, karena masih enak untuk dilihat dan dapat menjadi penghias halaman depan rumah.
Rabu, 20 Juli 2011
Dua Rafflesia Akan Mekar Di Bengkulu
Bengkulu (ANTARA News) - Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, menemukan dua bonggol atau calon bunga Rafflesia arnoldii yang diperkirakan mekar dalam beberapa pekan mendatang.
"Kami menemukan dua bonggol rafflesia di hutan Rindu Hati, ukurannya sebesar bola kaki yang kami perkirakan mekar sekitar dua minggu lagi," kata Koordinator Kelompok Peduli Puspa Langka, Holidin, di Bengkulu, Rabu.
Ia mengatakan, jika dua bonggol atau calon bunga tersebut mekar bersamaan maka ini akan menjadi kejadian pertama. Sebab selama ini bunga tersebut hanya mekar satu kuntum secara bergantian.
Jika dilihat dari ukuran kedua bonggol tersebut kata dia sangat memungkinkan untuk mekar serentak.
"Ukurannya hampir sama dan mudah-mudahan mekar juga bersamaan dan ini akan menjadi kejadian pertama dan unik," tambahnya.
Apalagi jarak antara kedua bunga itu hanya satu meter sehingga jika keduanya mekar bersamaan pengunjung bisa menikmati dua bunga mekar dalam satu lokasi.
Holidin mengatakan selama 2001 terdapat enam raflesia yang mekar di kawasan hutan lindung itu.
Indonesia merupakan pusat pertumbuhan berbagai spesies rafflesia ini, karena terdapat 14 spesies dari 25 spesies yang diketahui tumbuh di dunia.
Akan tetapi cuma ada enam temuan spesies baru dalam 30 tahun penelitian dilakukan di Indonesia, sementara Filipina bisa mendata lebih banyak lagi hanya dalam waktu tiga tahun penelitian saja di negara itu.
Selain dua calon bunga tersebut masih ada 15 bonggol lainnya yang ditemukan dalam radius 10 meter di lokasi tersebut.
"Kalau tidak ada gangguan satwa liar atau tangan usil manusia maka bunga-bunga ini akan mekar bergantian hingga akhir tahun," tambahnya.
Ia mengatakan kelompok peduli puspa langka Desa Tebat Monok biasanya melakukan penjagaan di dalam hutan saat bunga itu mekar.
(ANT)
Minggu, 10 Juli 2011
Puluhan Monyet Masuki Kota Barabai
Barabai, Kalsel (ANTARA News) - Cuaca panas dalam beberapa hari belakangan ini di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, sepertinya membuat monyet-monyet di hutan Barabai "kehausan" dan keluar hutan masuk ke kawasan perkotaan.
Di sepanjang bantaran sungai Barabai di Jalan Dharma Padawangan, Kelurahan Barabai Timur, Barabai, ibu kota Hulu Sungai Tengah, Sabtu, terlihat puluhan ekor monyet yang bergantungan di rumpun bambu dan pepohonan.
Menurut seorang warga di Jalan Dharma Padawangan, Badaruddin, peristiwa tersebut sudah berlangsung sejak beberapa hari yang lalu.
"Biasanya saat siang dan sore puluhan monyet itu datang dari hutan di pinggiran kota untuk minum di sungai dan berteduh," ujarnya.
Sebagian sumber air di hutan diduga telah kering akibat cuaca panas sehingga monyet-monyet itu turun ke kota untuk minum.
Kawasan kota Barabai memang dibelah oleh aliran sungai Barabai dan di pinggiran perkotaan masih banyak terdapat hutan-hutan kecil, tempat habitat monyet hidup.
Warga tersebut mengatakan selain untuk minum di sungai, beberapa monyet itu kadangkala masuk ke permukiman warga untuk mencari makan.
"Ada beberapa monyet yang masuk ke pekarangan untuk mencari buah-buahan seperti pepaya dan pisang untuk dimakan," katanya.
Sampai saat ini, monyet-monyet itu tidak bertingkah aneh atau berbuat onar seperti merusak tanaman warga dan hanya mengambil buah-buahan yang sudah jatuh saja.
"Hingga saat ini tidak ada monyet-monyet yang sampai mengganggu warga dan malah menjadi tontonan menarik bagi anak-anak," tambahnya.
Selain di jalan Dharma Padawangan, puluhan monyet juga terlihat di sepanjang bantaran sungai Barabai di kawasan Jalan Hivea, Mualimin dan Bukat.
Namun dikhawatirkan, bila cuaca panas berlangsung lama monyet-monyet itu akan menyerbu kawasan permukiman untuk mencari makan dan berlaku ganas.
Rabu, 08 Juni 2011
Pejuang Lingkungan Mangrove Surabaya Raih Kalpataru
Surabaya (ANTARA News) - Perjuangan Lulut Sri Yuliani, warga Wisma Kedungasem Indah J-28, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, dalam upaya melestarikan tanaman mangrove (bakau) di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) akhirnya membuahkan hasil berupa penghargaan Kalpataru 2011 untuk kategori perintis lingkungan.
Ibu satu anak ini memutuskan untuk keluar dari profesinya sebagai guru untuk selanjutnya menekuni kegiatan pelestarian lingkungan mangrove pada 2000. Pada tahun-tahun tersebut, Lulut berjuang keras agar masyarakat di sekitar Pamurbaya khususnya di Kecamatan Rungkut peduli terhadap lingkungannya.
Namun, usaha pelestarian lingkungan tersebut tidak sekedar hanya menjaga dan merawat lingkungan setempat, melainkan adanya kontribusi secara ekonomi terhadap warga setempat.
"Saya berfikir, bagaimana cara memberdayakan masyarakat untuk peduli pada mangrove. Tapi tentunya itu imbasnya terhadap ekonomi masyarakat setempat," kata Lulut saat dihubungi melalui telpon selulernya yang diketahui saat ini masih berada di Jakarta untuk siaran langsung di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu.
Lulut akhirnya menemukan solusi berupa pemanfaatan tanaman mangrove, tidak hanya daunnya, hampir semua bagian dari berbagai jenis mangrove yang tumbuh di sekitar Kedung Baruk dan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, bisa dimanfaatkan.
Bahkan, buah bogem (Sonneratia caseolaris) yang patah sebelum matang bisa dibuat sirup, bahkan ampas buahnya yang sudah diolah menjadi sirup pun masih bisa diproses. Sisa buah mangrove itu kemudian dia ramu dengan bahan-bahan lain menjadi sabun cair alami.
"Mangrove itu diolah menjadi beberapa produk makanan seperti roti kering, tepung, permen, krupuk, sirup dan lainnya," ujar alumnus IKIP Negeri Surabaya yang saat ini menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Lulut kemudian membentuk Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Griya Karya Tiara Kusuma yang bertujuan untuk mempromosikan dan mendistribusikan produk-produk mangrove yang dihasilkan oleh warga setempat. Hingga saat ini sudah ada sekitar 400 warga di Kecamatan Rungkut yang bergabung dalam UKM tersebut.
"Manajemen yang diterapkan dalam UKM ini adalah mulai dari pembibitan, budidaya, pengolaan dan penataan mangrove," katanya.
Kepedulian Lulut terhadap lingkungan mangrove dimulai sekitar tahun 1996 setelah dia pindah rumah ke Wisma Kedung Asem. Pada saat itu, Kecamatan Rungkut masih gersang sehingga sebagai permulaan melakukan menghijaukan rumah sendiri.
Penghijauan tersebut kemudian ditularkan ke tetangganya. Apalagi Lulut senang memberikan bibit tanaman ke tetangga jika diminta. Bermula dari kecintaanya terhadap lingkungan, akhirnya ia pun menjadi kader sekaligus Ketua Forum Peduli Lingkungan Kecamatan Rungkut.
Kegiatan kader lingkungan ini menghasilkan bakteri antagonis composting yang bisa menjadi pupuk cair, mempercepat pengomposan, dan menghilangkan bau bangkai.
Batik Mangrove
Selain membuat sabun dari bahan mangrove, tahun 2009 Lulut mendisain 44 desain seni batik motif mangrove Rungkut Surabaya. Semua mengambil bentuk beragam tanaman mangrove, mulai dari daun, bunga, sampai untaian buah, serta makhluk yang hidup di sekitarnya, seperti ikan, kepiting, dan udang.
Setiap motif dilengkapi nama jenis mangrove yang spesifik, baik dalam nama Latin maupun nama daerah dan motif tambahannya. Motif tanjang putih, misalnya, menggunakan bentuk mangrove jenis "Bruguiera cylinelrica" dengan komponen tambahan "Rhizophoraceae".
Motif pohon lengkap, dari akar, daun, dan tunas yang menjulur, menjadi motif utama dikelilingi jajaran bunga. Motif "Bruguiera cylinelrica" ini berselang-seling dengan motif bunga "Rhizophoraceae".
Motif mange kasihan beda lagi. Gambar utamanya adalah tumbuhan mange kasihan (Aegicera floridum) dikelilingi hiasan bunga "Myrsinaceae". Selain itu, gambar kepiting, ikan, dan udang memberi nuansa pesisiran pada motif itu.
Supaya sesuaidengan karakter Suroboyoan yang apa adanya dan terbuka, teknik membatiknya pun tak selalu menggunakan canting. Sebagian dilukis dengan kuas sehingga batik mangrove Lulut terlihat bergaris lebih tebal dan kuat. Batik Seru sendiri menggunakan dua macam bahan, katun primisima kualitas 1 (KW1) dan sutra.
Batik mangrove tersebut sempat dipajang dalam pameran Exotica Batik di Hotel Java Paragon, 2-4 Oktober 2010. Adapun batik mangrove yang dipajang aalah batik Seru (seni batik motif mangrove Rungkut Surabaya).
"Dinamakan Batik Seru karena merupakan hasil seni kerajinan ibu-ibu dari Kecamatan Rungkut," ujarnya.
Dari pameran tersebut, ibu-ibu Kecamatan Rungkut mendapat order 16 potong kain. ``Itu belum termasuk pesanan dari pihak lain, misalnya, dari Kementerian Kelautan serta dinas-dinas di Surabaya,`` ujarnya.
Sampai saat ini ibu-ibu tersebut memang menjajakan karyanya dengan cara "by order only". ``Yah, karena keterbatasan modal dan tenaga,`` kata Lulut.
Pesanan yang cukup banyak itu membuat Lulut dan timnya, makin sibuk. ``Kalau dulu kerjanya hanya waktu senggang, sekarang harus dioptimalkan. Setiap hari memproduksi batik,`` ujarnya.
Meski begitu, penyebarannya belum banyak. Padahal, tak sedikit gerai batik dalam dan luar kota bersedia menampung batik mangrove tersebut. ``Sekarang saya berjuang mencari tambahan modal untuk memasarkan,`` katanya.
Dari tampilan motif, batik tersebut memang berbeda dari batik Nusantara yang lain. Motifnya khas, buah dan daun mangrove, misalnya, buah kira-kira (xylocarpus granatum), gedangan (aegiceras corniculatum), buyuk (nypa fruticans-palmae), dan tanjang merah (bruguiera gymnorrhiza).
Pembalakan Liar
Ide batik mangrove muncul karena keprihatinan Lulut terhadap pembalakan liar besar-besaran hutan mangrove pada 2007. Perempuan 46 tahun itu lantas mencari cara untuk membangkitkan kepedulian warga terhadap kelestarian hutan mangrove.
"Kami prihatin dengan pembalakan liar tanaman mangrove yang kembali marak saat itu, sehingga membuat saya mencari cara untuk itu," ujarnya.
Lulut sendiri juga prihatin dengan pembalakan liar tanaman mangrove yang kembali marak akhir-akhir ini. Seperti halnya lahan mangrove yang ada di bibir pantai dan muara Kali Saridamen, Kecamatan Mulyorejo seluas 10 hektare diketahui selama dua bulan terakhir ini rusak parah.
Bahkan, sekitar 100 ribu pohon yang berfungsi untuk menangkal abrasi air laut ke darat itu sudah dipotong berkeping-keping.
"Menurut saya, pelaku pembalakan liar tidak harus dihukum, melainkan juga harus diedukasi agar tidak terulang kembali. Kalau dihukum akan percuma saja," ujarnya.
Untuk itu, Lulut mengimbau kepada semua warga Kota Surabaya untuk terus menjaga kelestarian lingkungan di kawasan hutan mangrove. "Semua itu untuk kepentingan warga Surabaya sendiri," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku bangga atas penghargaan Kalpataru yang diberikan kepada Lulut Sri Yuliani untuk tahun ini. Pihaknya berharap, agar kedepan ada yang meniru perjuangan Lulut dalam upaya melestarikan lingkungan.
Selain itu, Risma juga bangga dengan piala Adipura yang diterima Kota Surabaya untuk yang keenam kalinya. "Penghargaan ini untuk warga Surabaya," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat ditemui di Balai Kota Surabaya.
Menurut dia, penghargaan ini cukup membanggakan karena Surabaya kali ini mendapatkan urutan pertama untuk kategori kota metropolitan. "Bisanya Surabaya urutan ketiga atau keempat," ujarnya.
Risma menjelaskan bahwa Surabaya tertinggi dalam penilaian dalam hal penghijauan, fasilitas umum di sekolah dan perkantoran, serta saluran air atau drainase. "Kedepan akan digiatkan lagi,karena penilaiannya mencakup seluruh kota sehingga tidak berpusat di kota saja," katanya.
Sebetulnya piala adipura, katanya, adalah sarana saja, namun yang lebih penting adalah bukti konkrit. Untuk itu, pihaknya akan terus mencoba memprioritaskan fasilitas umum di Surabaya di antaranya toilet umum, statisun dan terminal.
Sementara itu, Wakil DPRD Kota Surabaya Wishnu Sakti Buana mengatakan, sebagai warga Kota Surabaya pihaknya mengaku bangga atas prestasi yang baru saja diraih tersebut. Dengan diraihnya penghargaan ini, bisa memacu semangat Kota Surabaya untuk menjadi lebih baik, sebab penilaian Adipura dari tahun ketahun semakin sulit.
"Saya berharap partisipasi masyarakat Kota Surabaya semakin tinggi. Jika partisipasinya sudah bagus, pemkot juga tak kesulitan untuk membenahi yang kurang, karena dibantu oleh warganya," ujarnya.
Menurut Wishnu, Indonesia kini sudah bisa membuktikan jika kota-kota di Indonesia bisa bersih seperti di negara tetangga layaknya Singapura atau Malaysia.
"Kalau dulu ketika bicara soal kebersihan selalu ada anggapan tidak bisa mengalahkan Singapura atau Malaysia. Tapi buktinya kita bisa, kalau kita mau untuk ikut menjaga kebersihan bersama-sama kota ini pasti bersih," katanya.
(A052/H-KWR)
Ibu satu anak ini memutuskan untuk keluar dari profesinya sebagai guru untuk selanjutnya menekuni kegiatan pelestarian lingkungan mangrove pada 2000. Pada tahun-tahun tersebut, Lulut berjuang keras agar masyarakat di sekitar Pamurbaya khususnya di Kecamatan Rungkut peduli terhadap lingkungannya.
Namun, usaha pelestarian lingkungan tersebut tidak sekedar hanya menjaga dan merawat lingkungan setempat, melainkan adanya kontribusi secara ekonomi terhadap warga setempat.
"Saya berfikir, bagaimana cara memberdayakan masyarakat untuk peduli pada mangrove. Tapi tentunya itu imbasnya terhadap ekonomi masyarakat setempat," kata Lulut saat dihubungi melalui telpon selulernya yang diketahui saat ini masih berada di Jakarta untuk siaran langsung di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu.
Lulut akhirnya menemukan solusi berupa pemanfaatan tanaman mangrove, tidak hanya daunnya, hampir semua bagian dari berbagai jenis mangrove yang tumbuh di sekitar Kedung Baruk dan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, bisa dimanfaatkan.
Bahkan, buah bogem (Sonneratia caseolaris) yang patah sebelum matang bisa dibuat sirup, bahkan ampas buahnya yang sudah diolah menjadi sirup pun masih bisa diproses. Sisa buah mangrove itu kemudian dia ramu dengan bahan-bahan lain menjadi sabun cair alami.
"Mangrove itu diolah menjadi beberapa produk makanan seperti roti kering, tepung, permen, krupuk, sirup dan lainnya," ujar alumnus IKIP Negeri Surabaya yang saat ini menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Lulut kemudian membentuk Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Griya Karya Tiara Kusuma yang bertujuan untuk mempromosikan dan mendistribusikan produk-produk mangrove yang dihasilkan oleh warga setempat. Hingga saat ini sudah ada sekitar 400 warga di Kecamatan Rungkut yang bergabung dalam UKM tersebut.
"Manajemen yang diterapkan dalam UKM ini adalah mulai dari pembibitan, budidaya, pengolaan dan penataan mangrove," katanya.
Kepedulian Lulut terhadap lingkungan mangrove dimulai sekitar tahun 1996 setelah dia pindah rumah ke Wisma Kedung Asem. Pada saat itu, Kecamatan Rungkut masih gersang sehingga sebagai permulaan melakukan menghijaukan rumah sendiri.
Penghijauan tersebut kemudian ditularkan ke tetangganya. Apalagi Lulut senang memberikan bibit tanaman ke tetangga jika diminta. Bermula dari kecintaanya terhadap lingkungan, akhirnya ia pun menjadi kader sekaligus Ketua Forum Peduli Lingkungan Kecamatan Rungkut.
Kegiatan kader lingkungan ini menghasilkan bakteri antagonis composting yang bisa menjadi pupuk cair, mempercepat pengomposan, dan menghilangkan bau bangkai.
Batik Mangrove
Selain membuat sabun dari bahan mangrove, tahun 2009 Lulut mendisain 44 desain seni batik motif mangrove Rungkut Surabaya. Semua mengambil bentuk beragam tanaman mangrove, mulai dari daun, bunga, sampai untaian buah, serta makhluk yang hidup di sekitarnya, seperti ikan, kepiting, dan udang.
Setiap motif dilengkapi nama jenis mangrove yang spesifik, baik dalam nama Latin maupun nama daerah dan motif tambahannya. Motif tanjang putih, misalnya, menggunakan bentuk mangrove jenis "Bruguiera cylinelrica" dengan komponen tambahan "Rhizophoraceae".
Motif pohon lengkap, dari akar, daun, dan tunas yang menjulur, menjadi motif utama dikelilingi jajaran bunga. Motif "Bruguiera cylinelrica" ini berselang-seling dengan motif bunga "Rhizophoraceae".
Motif mange kasihan beda lagi. Gambar utamanya adalah tumbuhan mange kasihan (Aegicera floridum) dikelilingi hiasan bunga "Myrsinaceae". Selain itu, gambar kepiting, ikan, dan udang memberi nuansa pesisiran pada motif itu.
Supaya sesuaidengan karakter Suroboyoan yang apa adanya dan terbuka, teknik membatiknya pun tak selalu menggunakan canting. Sebagian dilukis dengan kuas sehingga batik mangrove Lulut terlihat bergaris lebih tebal dan kuat. Batik Seru sendiri menggunakan dua macam bahan, katun primisima kualitas 1 (KW1) dan sutra.
Batik mangrove tersebut sempat dipajang dalam pameran Exotica Batik di Hotel Java Paragon, 2-4 Oktober 2010. Adapun batik mangrove yang dipajang aalah batik Seru (seni batik motif mangrove Rungkut Surabaya).
"Dinamakan Batik Seru karena merupakan hasil seni kerajinan ibu-ibu dari Kecamatan Rungkut," ujarnya.
Dari pameran tersebut, ibu-ibu Kecamatan Rungkut mendapat order 16 potong kain. ``Itu belum termasuk pesanan dari pihak lain, misalnya, dari Kementerian Kelautan serta dinas-dinas di Surabaya,`` ujarnya.
Sampai saat ini ibu-ibu tersebut memang menjajakan karyanya dengan cara "by order only". ``Yah, karena keterbatasan modal dan tenaga,`` kata Lulut.
Pesanan yang cukup banyak itu membuat Lulut dan timnya, makin sibuk. ``Kalau dulu kerjanya hanya waktu senggang, sekarang harus dioptimalkan. Setiap hari memproduksi batik,`` ujarnya.
Meski begitu, penyebarannya belum banyak. Padahal, tak sedikit gerai batik dalam dan luar kota bersedia menampung batik mangrove tersebut. ``Sekarang saya berjuang mencari tambahan modal untuk memasarkan,`` katanya.
Dari tampilan motif, batik tersebut memang berbeda dari batik Nusantara yang lain. Motifnya khas, buah dan daun mangrove, misalnya, buah kira-kira (xylocarpus granatum), gedangan (aegiceras corniculatum), buyuk (nypa fruticans-palmae), dan tanjang merah (bruguiera gymnorrhiza).
Pembalakan Liar
Ide batik mangrove muncul karena keprihatinan Lulut terhadap pembalakan liar besar-besaran hutan mangrove pada 2007. Perempuan 46 tahun itu lantas mencari cara untuk membangkitkan kepedulian warga terhadap kelestarian hutan mangrove.
"Kami prihatin dengan pembalakan liar tanaman mangrove yang kembali marak saat itu, sehingga membuat saya mencari cara untuk itu," ujarnya.
Lulut sendiri juga prihatin dengan pembalakan liar tanaman mangrove yang kembali marak akhir-akhir ini. Seperti halnya lahan mangrove yang ada di bibir pantai dan muara Kali Saridamen, Kecamatan Mulyorejo seluas 10 hektare diketahui selama dua bulan terakhir ini rusak parah.
Bahkan, sekitar 100 ribu pohon yang berfungsi untuk menangkal abrasi air laut ke darat itu sudah dipotong berkeping-keping.
"Menurut saya, pelaku pembalakan liar tidak harus dihukum, melainkan juga harus diedukasi agar tidak terulang kembali. Kalau dihukum akan percuma saja," ujarnya.
Untuk itu, Lulut mengimbau kepada semua warga Kota Surabaya untuk terus menjaga kelestarian lingkungan di kawasan hutan mangrove. "Semua itu untuk kepentingan warga Surabaya sendiri," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku bangga atas penghargaan Kalpataru yang diberikan kepada Lulut Sri Yuliani untuk tahun ini. Pihaknya berharap, agar kedepan ada yang meniru perjuangan Lulut dalam upaya melestarikan lingkungan.
Selain itu, Risma juga bangga dengan piala Adipura yang diterima Kota Surabaya untuk yang keenam kalinya. "Penghargaan ini untuk warga Surabaya," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat ditemui di Balai Kota Surabaya.
Menurut dia, penghargaan ini cukup membanggakan karena Surabaya kali ini mendapatkan urutan pertama untuk kategori kota metropolitan. "Bisanya Surabaya urutan ketiga atau keempat," ujarnya.
Risma menjelaskan bahwa Surabaya tertinggi dalam penilaian dalam hal penghijauan, fasilitas umum di sekolah dan perkantoran, serta saluran air atau drainase. "Kedepan akan digiatkan lagi,karena penilaiannya mencakup seluruh kota sehingga tidak berpusat di kota saja," katanya.
Sebetulnya piala adipura, katanya, adalah sarana saja, namun yang lebih penting adalah bukti konkrit. Untuk itu, pihaknya akan terus mencoba memprioritaskan fasilitas umum di Surabaya di antaranya toilet umum, statisun dan terminal.
Sementara itu, Wakil DPRD Kota Surabaya Wishnu Sakti Buana mengatakan, sebagai warga Kota Surabaya pihaknya mengaku bangga atas prestasi yang baru saja diraih tersebut. Dengan diraihnya penghargaan ini, bisa memacu semangat Kota Surabaya untuk menjadi lebih baik, sebab penilaian Adipura dari tahun ketahun semakin sulit.
"Saya berharap partisipasi masyarakat Kota Surabaya semakin tinggi. Jika partisipasinya sudah bagus, pemkot juga tak kesulitan untuk membenahi yang kurang, karena dibantu oleh warganya," ujarnya.
Menurut Wishnu, Indonesia kini sudah bisa membuktikan jika kota-kota di Indonesia bisa bersih seperti di negara tetangga layaknya Singapura atau Malaysia.
"Kalau dulu ketika bicara soal kebersihan selalu ada anggapan tidak bisa mengalahkan Singapura atau Malaysia. Tapi buktinya kita bisa, kalau kita mau untuk ikut menjaga kebersihan bersama-sama kota ini pasti bersih," katanya.
(A052/H-KWR)
Senin, 06 Juni 2011
WALHI Desak Bukit Soeharto Diselamatkan
Berita Terkait
Video
"Kami mengharapkan fungsi hutan itu segera dikembalikan," kata Dr. John Palinggi, MM.MBA, Ketua Tim Pelaksana Revitalisasi, Rehabilitasi dan Pengembangan Hutan Penelitian dan Pendidikan Universitas Mulawarman dalam jumpa pers di Warung Daun, Jakarta, Selasa (24/5).
Bukit Soeharto kini sebagian telah menjadi lahan pengusahaan tambang oleh 20 perusahaan pertambangan batu bara dan itu berakibat pada rusaknya kawasan konservasi, memicu degradasi lingkungan hutan dan menggangu ekologi hutan.
"Samarinda dan Balikpapan yang tidak pernah banjir sekarang banjir," katanya mempertegas klaimnya itu.
John menilai perusahaan-perusahaan tambang batu-bara itu telah melanggar SK Menhut No.160/Menhut - II/2004 tentang kawasan hutan untuk hutan penelitian dan pendidikan Universitas Mulawarman seluas 20.271 hektar. Kawasan itu juga menjadi pusat penelitian hutan tropis terbesar di dunia.
"Jelas kami memiliki SK Menhut yang menjadi bukti, kawasan itu milik kami," kata John.
WALHI dan Universitas meminta pemerintah daerah Kalimantan Timur membenahi izin dan kuasa penambangan di kawasan hutan raya Bukit Soeharto serta mengembalikan area kawasan itu sesuai dengan fungsinya sebagai lahan konservasi dan pendidikan.
John mengaku masih menggunakan pendekatan lembut melalui jumpa pers, media dan musyawarah. Namun, kika tidak berhasil, dia berjanji untuk menggelar demonstrasi besar yang disebutnya bisa diikuti 35 tibu mahasiswa Mulawarman. (*)
Adam
70 Persen Primata Indonesia Terancam Punah
Salah satu faktor utama semakin terancam punahnya primata Indonesia adalah perdagangan primata, karena sebagian besar primata yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari alam.
Berita Terkait
Video
Menurut Direktur ProFauna Indonesia Rosek Nursahid, Senin, populasi primata di dunia ada sekitar 200 jenis dan 40 jenis di antaranya berada di Indonesia. Namun, dari 40 jenis itu sekitar 70 persennya terancam punah.
"Sejak tahun 2000, badan konservasi internasional menerbitkan daftar 25 jenis primata yang paling terancam kepunahannya di dunia.Dari 25 jenis primata itu, empat diantaranya adalah primata asal Indonesia, yakni jenis orangutan Sumatera (Pongo Abeli), Tarsius Siau (Tarsius Tumpara), Kukang Jawa (Nycticebus javanicus), dan Simakubo (Simias cocolor)," kata Rosek di sela-sela aksi kampanye pelestarian primata di Jalan Veteran, Kota Malang.
Dalam aksi (kampanye)-nya itu puluhan aktivis ProFauna tersebut membawa poster bergambar aneka jenis primata, seperti orangutan, lutung jawa, bekantan, kukang, dan monyet ekor panjang. Selain itu juga membagikan brosur dan stiker kepada masyarakat yang melintasi jalan tersebut.
Lebih lanjut Rosek mengatakan, beberapa jenis primata tersebut akan benar-benar punah dari alam jika tidak ada upaya nyata untuk menyelamatkannya.
Menurut dia, salah satu faktor utama semakin terancam punahnya primata Indonesia adalah perdagangan primata, karena sebagian besar primata yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari alam.
Setiap tahunnya ada ribuan primata dari berbagai jenis yang ditangkap dari alam untuk diperdagangkan sebagai satwa peliharaan atau juga dimakan dagingnya.
Beberapa jenis primata masih diburu untuk diambil dagingnya misalnya lutung jawa, monyet ekor panjang, lutung Sumatera dan beruk. Daging primata dipercaya juga sebagai obat penyakit seperti asma, walaupun sama sekali tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hal ini.
Rosek mengungkapkan, primata yang diperdagangkan kebanyakan masih bayi atau anak-anak, karena masih terlihat lucu dan ada banyak kemiripan dengan manusia. Walaupun seringkali ketika beranjak dewasa primata yang dipelihara oleh masyarakat tersebut kemudian akan ditelantarkan atau bahkan dibunuh.
Di pasaran harga primata bervariasi, semakin langka maka harganya akan semakin mahal. Seekor lutung jawa dijual seharga Rp 200.000, kukang Rp200.000 hingga Rp300.000, owa Rp1 juta, dan orangutan diatas Rp2 juta per ekor.
"Sebagian besar primata Indonesia sudah dilindungi undang-undang, yang artinya primata tersebut tidak boleh diperdagangkan atau dipelihara sebagai satwa peliharaan. Perdagangan primata yang dilindungi itu adalah tindakan kriminal dan sarat dengan kekejaman terhadap primata," tegasnya.
Menurut UU tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan termasuk yang memelihara satwa dlindungi itu bisa dikenakan hukuman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
"Kami akan terus melakukan kampanye untuk menghentikan perdagangan primata yang bukan hanya menyebabkan primata tersebut semakin terancam punah, tetapi juga karena perdagangan primata itu penuh dengan kekejaman dan penderitaan primata. Semakin banyak primata yang dibeli masyarakat, maka akan semakin banyak primata yang ditangkap dari alam," ujar Rosek. (E009)
Senin, 21 Februari 2011
Pemuda Se-Dunia Akan Mengunjungi Komodo
Kupang (ANTARA News) - Para pemuda se-dunia akan mengunjungi Taman Nasional Komodo (TNK) diujung barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 25-27 Februari mendatang untuk melihat dari dekat biawak raksasa Komodo.
Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan studi lapangan para pemuda se-dunia ke tiga lokasi wisata di Tanah Air yakni Taman Wisata Laut di Sulawesi Selatan, Hutan Lindung Satwa Orang Utan di Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Komodo di NTT, kata Ketua Panitia Kunjungan itu, Gusti Brewon, di Kupang, Minggu.
Kehadiran para pemuda se-dunia di Indonesia itu dalam rangka kegiatan `International Youth Forum on Climate Change` yang di prakarsai Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan sedianya akan dilangsungkan pada tanggal 23-28 Februari 2011 di Jakarta.
"Dalam kaitan dengan perubahan iklim, KNPI mencoba memprakarsai sebuah pertemuan ilmiah bagi para pemuda se-dunia untuk memperbincangkan hal yang sangat mengancam bumi saat ini. Bergabungnya KNPI dalam World Assembly of Youth (WAY), kemudian dipercayakan Indonesia sebagai tuan rumah dan KNPI sebagai penyelenggara `International Youth Forum on Climate Change` karena ide dasarnya tentang tanggung jawab seluruh manusia khususnya Pemuda berasal dari KNPI," katanya.
Dalam kaitan dengan ini, pilihan penyelenggara untuk memperkenalkan tiga objek alam di Indonesia yaitu Taman Wisata Laut di Sulawesi Selatan, Hutan Lindung Satwa Orang Utan di Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Komodo-NTT sebagai simbol ancaman perubahan iklim yang patut dilestarikan. Bersamaan dengan momentum ini pula kata dia, sedang dilangsungkan kontes project New7Wonder sehingga upaya mempromosikan Komodo bukan hanya sekadar dijadikan komoditas bisnis namun lebih pada objek alam yang harus dilestarikan untuk kelangsungan dan kestabilan aktivitas kehidupan di bumi.
Menurut dia, Komodo sebagai salah satu binatang langka kiranya menjadi saksi sejarah bumi ini mengalami kerusakan dari masa ke masa akibat degradasi alamiah maupun ulah manusia.
"Komodo dapat menjadi simbol keberadaan makhluk purba yang mampu bertahan hidup melintasi perubahan zaman dan peradaban. Sisi anatomi dan biologis memungkinkan Komodo dapat bertahan hidup hingga ratusan bahkan ribuan tahun lagi namun bukan mustahil pula bila ancaman perubahan iklim akan mempersingkat siklus hidupnya apalagi makhluk lain yang tidak sepadan," katanya.
Artinya, Komodo dalam mempertahankan hidupnya membutuhkan intensitas sinar matahari yang cukup tinggi bukan berarti ekstremitas iklim justru menunjang aktivitas biologisnya melainkan mengancam ketersediaan daya dukung di luar binatang Komodo (lingkungan di sekitarnya), katanya.
Keberadaan Komodo sebagai salah satu kandidat dalam kontes tujuh keajaiban dunia yang baru oleh project New7Wonder, bergerak dari 200 nominator hingga tertinggal 28 kandidat.
Hari ini Komodo berada dalam ancaman akan dikeluar dari daftar kontestan dan telah melahirkan sintesa positif bahwa Komodo telah dijadikan lahan bisnis yang menjanjikan.
"Keikutsertaan Komodo dalam kontes New7Wonder cenderung dijadikan komodisi bisnis kepariwisataan namun dibalik itu komodo menyimpan banyak rahasia alam di masa lalu, hari ini dan akan datang," kata Gusti Brewon.
(T.B017/A014)
Sabtu, 12 Februari 2011
Wapres: Indonesia Komitmen Kurangi Emisi Deforestasi
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono menegaskan, Indonesia berkomitmen terhadap pelaksanaan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) dengan Norwegia.
Indonesia berkomitmen penuh, meskipun Perpres tentang Moratorium Konversi Lahan Gambut dan Hutan Alam hingga kini belum ditandatangani.
"Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan REDD+, dengan tetap mengedepankan kepentingan kesejahteraan rakyat," katanya, seperti dikutip juru bicara Wapres Yopie Hidayat di Jakarta, Jumat.
Penegasan itu disampaikan Wapres saat menerima delegasi International Climate and Forestry Initiative Oslo, Hans Brattskar.
Boediono menegaskan, Indonesia bertekad melaksanakan REDD+ sukses secara kongkret, bukan sekadar di atas kertas.
Sehingga pelaksanaannya diharapkan dapat menjadi solusi baru untuk mengatasi perubahan iklim tanpa merugikan masyarakat.
"Karena itu perlu pertimbangan antara menjaga keseimbangan lingkungan, masa depan anak cucu, dan juga bagaimana mencari manfaat ekonomi yang optimal dari pelaksanaan REDD+ itu," ujar Yopie.
Menanggapi komitmen Indonesia itu, Hans Brattskar menyambut positif dan dapat memahami mengapa Indonesia belum menandatangani penerbitan perpres moratorium yang mengatur penghentian sementara penebangan hutan (konversi).
Brattskar, seperti dikutip Yopie, dapat memahami langkah Indonesia yang masih mempertimbangkan kepentingan para pemangku kepentingan terkait REDD+.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Norwegia Jens Stoltenberg telah berkomitmen untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim antara lain dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) REDD+ yang dilakukan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim di Oslo pada 27 Mei 2010.
Delegasi Norwegia sebelumnya telah lahan gambut di Kalimantan Tengah, yang menjadi proyek percontohan program REDD+.(*)
Selasa, 11 Januari 2011
Pohon Pisang Lain Dari Yang Lain
Pohon Pisang Bertandan Tiga Gegerkan Warga
Tasikmalaya (ANTARA News) - Sebuah pohon pisang memiliki tandan tiga buah gegerakan warga Kampung Sukaruji, Desa Sukaraja, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu.Keberadaan pohon pisang jenis ambon lumut tersebut menurut warga setempat dinilai aneh karena baru kali pertama terjadi bertandan tiga dengan batang pohon bercabang dua.
Pohon yang tumbuh di lahan kebun milik H. Otoh warga setempat itu pertama kali ditemukan seorang warga, Kurnia (39) yang sedang menggembala kambing.
Penemuan pohon pisang bertandan tiga itu, langsung menjadi pusat perhatian masyarakat setempat yang merasa penasaran ingin melihat langsung tiga tandan berbuah pisang yang menggantung itu.
"Saya tidak sengaja, awalnya kambing saya ke kebun pisang itu dan seperti menunjukan ada keanehan, ternyata ada pohon pisang jantungnya tiga," kata Kurnia warga setempat.
Tumbuhnya pohon pisang aneh itu, Kurnia langsung memberitahukan kepada pemilik kebun dan memberitahukan kepada seluruh masyarakat kampung sekitar.
Mendapati informasi dari Kurnia, warga langsung berbondong-bondong melihat pohon pisang aneh itu, dan menyatakan rasa herannya karena biasanya pohon pisang hanya tumbuh tandan satu.
"Saya saja baru melihat pohon pisang seperti ini," jelas Kurnia.
Sementara itu pemilik kebun, Otoh. mengatakan dikebunnya terdapat banyak tumbuh pohon pisang, namun pohon pisang tersebut berbeda dengan yang lainnya.
Ia menjelaskan umumnya pohon pisang hanya satu batang, memiliki satu tunas atau satu jantung dan satu tandan yang berbuah pisang.
"Pohon pisang ini bercabang dua, memiliki tiga jantung dan tiga tandan buah," kata Otoh.
Keberadaan pohon pisang tersebut kini dibiarkan oleh pemiliknya sambil menunggu buang pisang matang dengan harapan dapat menikmati buah pisang yang dinilai aneh itu.(*)
Langganan:
Postingan (Atom)