Rabu, 08 Juni 2011

Pejuang Lingkungan Mangrove Surabaya Raih Kalpataru

Surabaya (ANTARA News) - Perjuangan Lulut Sri Yuliani, warga Wisma Kedungasem Indah J-28, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, dalam upaya melestarikan tanaman mangrove (bakau) di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) akhirnya membuahkan hasil berupa penghargaan Kalpataru 2011 untuk kategori perintis lingkungan.

Ibu satu anak ini memutuskan untuk keluar dari profesinya sebagai guru untuk selanjutnya menekuni kegiatan pelestarian lingkungan mangrove pada 2000. Pada tahun-tahun tersebut, Lulut berjuang keras agar masyarakat di sekitar Pamurbaya khususnya di Kecamatan Rungkut peduli terhadap lingkungannya.

Namun, usaha pelestarian lingkungan tersebut tidak sekedar hanya menjaga dan merawat lingkungan setempat, melainkan adanya kontribusi secara ekonomi terhadap warga setempat.

"Saya berfikir, bagaimana cara memberdayakan masyarakat untuk peduli pada mangrove. Tapi tentunya itu imbasnya terhadap ekonomi masyarakat setempat," kata Lulut saat dihubungi melalui telpon selulernya yang diketahui saat ini masih berada di Jakarta untuk siaran langsung di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu.

Lulut akhirnya menemukan solusi berupa pemanfaatan tanaman mangrove, tidak hanya daunnya, hampir semua bagian dari berbagai jenis mangrove yang tumbuh di sekitar Kedung Baruk dan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, bisa dimanfaatkan.

Bahkan, buah bogem (Sonneratia caseolaris) yang patah sebelum matang bisa dibuat sirup, bahkan ampas buahnya yang sudah diolah menjadi sirup pun masih bisa diproses. Sisa buah mangrove itu kemudian dia ramu dengan bahan-bahan lain menjadi sabun cair alami.

"Mangrove itu diolah menjadi beberapa produk makanan seperti roti kering, tepung, permen, krupuk, sirup dan lainnya," ujar alumnus IKIP Negeri Surabaya yang saat ini menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Lulut kemudian membentuk Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Griya Karya Tiara Kusuma yang bertujuan untuk mempromosikan dan mendistribusikan produk-produk mangrove yang dihasilkan oleh warga setempat. Hingga saat ini sudah ada sekitar 400 warga di Kecamatan Rungkut yang bergabung dalam UKM tersebut.

"Manajemen yang diterapkan dalam UKM ini adalah mulai dari pembibitan, budidaya, pengolaan dan penataan mangrove," katanya.

Kepedulian Lulut terhadap lingkungan mangrove dimulai sekitar tahun 1996 setelah dia pindah rumah ke Wisma Kedung Asem. Pada saat itu, Kecamatan Rungkut masih gersang sehingga sebagai permulaan melakukan menghijaukan rumah sendiri.

Penghijauan tersebut kemudian ditularkan ke tetangganya. Apalagi Lulut senang memberikan bibit tanaman ke tetangga jika diminta. Bermula dari kecintaanya terhadap lingkungan, akhirnya ia pun menjadi kader sekaligus Ketua Forum Peduli Lingkungan Kecamatan Rungkut.

Kegiatan kader lingkungan ini menghasilkan bakteri antagonis composting yang bisa menjadi pupuk cair, mempercepat pengomposan, dan menghilangkan bau bangkai.

Batik Mangrove
Selain membuat sabun dari bahan mangrove, tahun 2009 Lulut mendisain 44 desain seni batik motif mangrove Rungkut Surabaya. Semua mengambil bentuk beragam tanaman mangrove, mulai dari daun, bunga, sampai untaian buah, serta makhluk yang hidup di sekitarnya, seperti ikan, kepiting, dan udang.

Setiap motif dilengkapi nama jenis mangrove yang spesifik, baik dalam nama Latin maupun nama daerah dan motif tambahannya. Motif tanjang putih, misalnya, menggunakan bentuk mangrove jenis "Bruguiera cylinelrica" dengan komponen tambahan "Rhizophoraceae".

Motif pohon lengkap, dari akar, daun, dan tunas yang menjulur, menjadi motif utama dikelilingi jajaran bunga. Motif "Bruguiera cylinelrica" ini berselang-seling dengan motif bunga "Rhizophoraceae".

Motif mange kasihan beda lagi. Gambar utamanya adalah tumbuhan mange kasihan (Aegicera floridum) dikelilingi hiasan bunga "Myrsinaceae". Selain itu, gambar kepiting, ikan, dan udang memberi nuansa pesisiran pada motif itu.

Supaya sesuaidengan karakter Suroboyoan yang apa adanya dan terbuka, teknik membatiknya pun tak selalu menggunakan canting. Sebagian dilukis dengan kuas sehingga batik mangrove Lulut terlihat bergaris lebih tebal dan kuat. Batik Seru sendiri menggunakan dua macam bahan, katun primisima kualitas 1 (KW1) dan sutra.

Batik mangrove tersebut sempat dipajang dalam pameran Exotica Batik di Hotel Java Paragon, 2-4 Oktober 2010. Adapun batik mangrove yang dipajang aalah batik Seru (seni batik motif mangrove Rungkut Surabaya).

"Dinamakan Batik Seru karena merupakan hasil seni kerajinan ibu-ibu dari Kecamatan Rungkut," ujarnya.

Dari pameran tersebut, ibu-ibu Kecamatan Rungkut mendapat order 16 potong kain. ``Itu belum termasuk pesanan dari pihak lain, misalnya, dari Kementerian Kelautan serta dinas-dinas di Surabaya,`` ujarnya.

Sampai saat ini ibu-ibu tersebut memang menjajakan karyanya dengan cara "by order only". ``Yah, karena keterbatasan modal dan tenaga,`` kata Lulut.

Pesanan yang cukup banyak itu membuat Lulut dan timnya, makin sibuk. ``Kalau dulu kerjanya hanya waktu senggang, sekarang harus dioptimalkan. Setiap hari memproduksi batik,`` ujarnya.

Meski begitu, penyebarannya belum banyak. Padahal, tak sedikit gerai batik dalam dan luar kota bersedia menampung batik mangrove tersebut. ``Sekarang saya berjuang mencari tambahan modal untuk memasarkan,`` katanya.

Dari tampilan motif, batik tersebut memang berbeda dari batik Nusantara yang lain. Motifnya khas, buah dan daun mangrove, misalnya, buah kira-kira (xylocarpus granatum), gedangan (aegiceras corniculatum), buyuk (nypa fruticans-palmae), dan tanjang merah (bruguiera gymnorrhiza).

Pembalakan Liar
Ide batik mangrove muncul karena keprihatinan Lulut terhadap pembalakan liar besar-besaran hutan mangrove pada 2007. Perempuan 46 tahun itu lantas mencari cara untuk membangkitkan kepedulian warga terhadap kelestarian hutan mangrove.

"Kami prihatin dengan pembalakan liar tanaman mangrove yang kembali marak saat itu, sehingga membuat saya mencari cara untuk itu," ujarnya.

Lulut sendiri juga prihatin dengan pembalakan liar tanaman mangrove yang kembali marak akhir-akhir ini. Seperti halnya lahan mangrove yang ada di bibir pantai dan muara Kali Saridamen, Kecamatan Mulyorejo seluas 10 hektare diketahui selama dua bulan terakhir ini rusak parah.

Bahkan, sekitar 100 ribu pohon yang berfungsi untuk menangkal abrasi air laut ke darat itu sudah dipotong berkeping-keping.

"Menurut saya, pelaku pembalakan liar tidak harus dihukum, melainkan juga harus diedukasi agar tidak terulang kembali. Kalau dihukum akan percuma saja," ujarnya.

Untuk itu, Lulut mengimbau kepada semua warga Kota Surabaya untuk terus menjaga kelestarian lingkungan di kawasan hutan mangrove. "Semua itu untuk kepentingan warga Surabaya sendiri," katanya.

Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku bangga atas penghargaan Kalpataru yang diberikan kepada Lulut Sri Yuliani untuk tahun ini. Pihaknya berharap, agar kedepan ada yang meniru perjuangan Lulut dalam upaya melestarikan lingkungan.

Selain itu, Risma juga bangga dengan piala Adipura yang diterima Kota Surabaya untuk yang keenam kalinya. "Penghargaan ini untuk warga Surabaya," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat ditemui di Balai Kota Surabaya.

Menurut dia, penghargaan ini cukup membanggakan karena Surabaya kali ini mendapatkan urutan pertama untuk kategori kota metropolitan. "Bisanya Surabaya urutan ketiga atau keempat," ujarnya.

Risma menjelaskan bahwa Surabaya tertinggi dalam penilaian dalam hal penghijauan, fasilitas umum di sekolah dan perkantoran, serta saluran air atau drainase. "Kedepan akan digiatkan lagi,karena penilaiannya mencakup seluruh kota sehingga tidak berpusat di kota saja," katanya.

Sebetulnya piala adipura, katanya, adalah sarana saja, namun yang lebih penting adalah bukti konkrit. Untuk itu, pihaknya akan terus mencoba memprioritaskan fasilitas umum di Surabaya di antaranya toilet umum, statisun dan terminal.

Sementara itu, Wakil DPRD Kota Surabaya Wishnu Sakti Buana mengatakan, sebagai warga Kota Surabaya pihaknya mengaku bangga atas prestasi yang baru saja diraih tersebut. Dengan diraihnya penghargaan ini, bisa memacu semangat Kota Surabaya untuk menjadi lebih baik, sebab penilaian Adipura dari tahun ketahun semakin sulit.

"Saya berharap partisipasi masyarakat Kota Surabaya semakin tinggi. Jika partisipasinya sudah bagus, pemkot juga tak kesulitan untuk membenahi yang kurang, karena dibantu oleh warganya," ujarnya.

Menurut Wishnu, Indonesia kini sudah bisa membuktikan jika kota-kota di Indonesia bisa bersih seperti di negara tetangga layaknya Singapura atau Malaysia.

"Kalau dulu ketika bicara soal kebersihan selalu ada anggapan tidak bisa mengalahkan Singapura atau Malaysia. Tapi buktinya kita bisa, kalau kita mau untuk ikut menjaga kebersihan bersama-sama kota ini pasti bersih," katanya.
(A052/H-KWR)

Senin, 06 Juni 2011

WALHI Desak Bukit Soeharto Diselamatkan

Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Universitas Mulawarman mendesak Kementerian Kehutanan Republik Indonesia untuk mengembalikan fungsi kawasan Hutan Raya Bukit Soeharto sebagai fungsi pendidikan, wisata dan konservasi.

"Kami mengharapkan fungsi hutan itu segera dikembalikan," kata Dr. John Palinggi, MM.MBA, Ketua Tim Pelaksana Revitalisasi, Rehabilitasi dan Pengembangan Hutan Penelitian dan Pendidikan Universitas Mulawarman dalam jumpa pers di Warung Daun, Jakarta, Selasa (24/5).

Bukit Soeharto kini sebagian telah menjadi lahan pengusahaan tambang oleh 20 perusahaan pertambangan batu bara dan itu berakibat pada rusaknya kawasan konservasi, memicu degradasi lingkungan hutan dan menggangu ekologi hutan.

"Samarinda dan Balikpapan yang tidak pernah banjir sekarang banjir," katanya mempertegas klaimnya itu.

John menilai perusahaan-perusahaan tambang batu-bara itu telah melanggar SK Menhut No.160/Menhut - II/2004 tentang kawasan hutan untuk hutan penelitian dan pendidikan Universitas Mulawarman seluas 20.271 hektar. Kawasan itu juga menjadi pusat penelitian hutan tropis terbesar di dunia.

"Jelas kami memiliki SK Menhut yang menjadi bukti, kawasan itu milik kami," kata John.

WALHI dan Universitas meminta pemerintah daerah Kalimantan Timur membenahi izin dan kuasa penambangan di kawasan hutan raya Bukit Soeharto serta mengembalikan area kawasan itu sesuai dengan fungsinya sebagai lahan konservasi dan pendidikan.

John mengaku masih menggunakan pendekatan lembut melalui jumpa pers, media dan musyawarah. Namun, kika tidak berhasil, dia berjanji untuk menggelar demonstrasi besar yang disebutnya bisa diikuti 35 tibu mahasiswa Mulawarman. (*)
Adam

70 Persen Primata Indonesia Terancam Punah

Orang Utan (Istimewa)

Salah satu faktor utama semakin terancam punahnya primata Indonesia adalah perdagangan primata, karena sebagian besar primata yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari alam.
Berita Terkait
Video
Malang (ANTARA News) - Sekitar 70 persen primata yang hidup dan berkembang di Indonesia terancam punah akibat rusaknya habitat primata serta penangkapan secara ilegal untuk kemudian diperdagangkan secara bebas.

Menurut Direktur ProFauna Indonesia Rosek Nursahid, Senin, populasi primata di dunia ada sekitar 200 jenis dan 40 jenis di antaranya berada di Indonesia. Namun, dari 40 jenis itu sekitar 70 persennya terancam punah.

"Sejak tahun 2000, badan konservasi internasional menerbitkan daftar 25 jenis primata yang paling terancam kepunahannya di dunia.Dari 25 jenis primata itu, empat diantaranya adalah primata asal Indonesia, yakni jenis orangutan Sumatera (Pongo Abeli), Tarsius Siau (Tarsius Tumpara), Kukang Jawa (Nycticebus javanicus), dan Simakubo (Simias cocolor)," kata Rosek di sela-sela aksi kampanye pelestarian primata di Jalan Veteran, Kota Malang.

Dalam aksi (kampanye)-nya itu puluhan aktivis ProFauna tersebut membawa poster bergambar aneka jenis primata, seperti orangutan, lutung jawa, bekantan, kukang, dan monyet ekor panjang. Selain itu juga membagikan brosur dan stiker kepada masyarakat yang melintasi jalan tersebut.

Lebih lanjut Rosek mengatakan, beberapa jenis primata tersebut akan benar-benar punah dari alam jika tidak ada upaya nyata untuk menyelamatkannya.

Menurut dia, salah satu faktor utama semakin terancam punahnya primata Indonesia adalah perdagangan primata, karena sebagian besar primata yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari alam.

Setiap tahunnya ada ribuan primata dari berbagai jenis yang ditangkap dari alam untuk diperdagangkan sebagai satwa peliharaan atau juga dimakan dagingnya.

Beberapa jenis primata masih diburu untuk diambil dagingnya misalnya lutung jawa, monyet ekor panjang, lutung Sumatera dan beruk. Daging primata dipercaya juga sebagai obat penyakit seperti asma, walaupun sama sekali tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hal ini.

Rosek mengungkapkan, primata yang diperdagangkan kebanyakan masih bayi atau anak-anak, karena masih terlihat lucu dan ada banyak kemiripan dengan manusia. Walaupun seringkali ketika beranjak dewasa primata yang dipelihara oleh masyarakat tersebut kemudian akan ditelantarkan atau bahkan dibunuh.

Di pasaran harga primata bervariasi, semakin langka maka harganya akan semakin mahal. Seekor lutung jawa dijual seharga Rp 200.000, kukang Rp200.000 hingga Rp300.000, owa Rp1 juta, dan orangutan diatas Rp2 juta per ekor.

"Sebagian besar primata Indonesia sudah dilindungi undang-undang, yang artinya primata tersebut tidak boleh diperdagangkan atau dipelihara sebagai satwa peliharaan. Perdagangan primata yang dilindungi itu adalah tindakan kriminal dan sarat dengan kekejaman terhadap primata," tegasnya.

Menurut UU tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan termasuk yang memelihara satwa dlindungi itu bisa dikenakan hukuman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

"Kami akan terus melakukan kampanye untuk menghentikan perdagangan primata yang bukan hanya menyebabkan primata tersebut semakin terancam punah, tetapi juga karena perdagangan primata itu penuh dengan kekejaman dan penderitaan primata. Semakin banyak primata yang dibeli masyarakat, maka akan semakin banyak primata yang ditangkap dari alam," ujar Rosek. (E009)